TIMES REMBANG, REMBANG – Rois Syuriah PCNU Lasem, KH M Sa’id Abdurrochim, menyatakan secara tegas bahwa wacana pemakzulan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), tidak sah. Penilaian ini didasarkan pada tinjauan hukum fikih maupun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi Nahdlatul Ulama.
Pandangan tersebut dituangkan oleh KH Sa’id dalam sebuah tulisan berjudul “Pemakzulan Gus Yahya dari Ketum PBNU dalam Perspektif Fikih”. Tulisan ini dirilis sebagai respons mendalam terhadap dinamika serta polemik internal yang tengah berkembang di tubuh PBNU belakangan ini.
Menurut KH Sa’id, secara organisatoris, Ketua Umum PBNU merupakan mandataris Muktamar. Atas dasar tersebut, kewenangan penuh untuk mengangkat maupun memberhentikan pejabat di posisi tersebut berada di tangan Muktamar, bukan berada pada lembaga Syuriah secara sepihak.
“Kalau ingin mengganti Gus Yahya, maka yang berwenang mencopot adalah Muktamar, baik melalui Muktamar biasa maupun Muktamar Luar Biasa,” tulis KH Sa’id pada Selasa (16/12/2025).
Lebih lanjut, ia memberikan penegasan bahwa Syuriah PBNU tidak memiliki mandat hukum untuk memberhentikan Ketua Umum Tanfidziyah. Hal ini dikarenakan baik Syuriah maupun Tanfidziyah memiliki kedudukan yang setara dalam hal mandat pemilihan, di mana keduanya dipilih melalui mekanisme resmi Muktamar.
KH Sa’id juga menekankan bahwa AD/ART NU bukan sekadar aturan organisasi, melainkan sebuah perjanjian (mu'ahadah) yang mengikat seluruh unsur di dalamnya. Ia menilai bahwa upaya pemberhentian Ketua Umum yang tidak selaras dengan prosedur AD/ART justru merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat.
Menanggapi argumen pihak-pihak yang menginginkan pemakzulan dengan alasan mencegah kerusakan (mafsadah), KH Sa’id justru melihat hal sebaliknya. Ia menilai langkah pemakzulan di luar jalur konstitusi organisasi berpotensi memicu dampak negatif yang lebih besar, yakni perpecahan dan kebingungan di akar rumput warga NU.
Terkait isu sensitif mengenai kehadiran pembicara pro-Zionis yang memicu polemik, KH Sa’id mengingatkan bahwa Gus Yahya telah menyampaikan permohonan maaf secara terbuka. Baginya, persoalan tersebut semestinya diselesaikan dengan mengedepankan evaluasi internal dan sikap toleransi, bukan dengan tuntutan pencopotan jabatan.
Sebagai jalan keluar atas ketegangan yang terjadi, KH Sa’id menawarkan dua opsi solusi. Pertama, menempuh jalur Muktamar Luar Biasa (MLB) jika pergantian pimpinan dianggap sangat mendesak. Kedua, menempuh jalan islah (rekonsiliasi) dengan pengawasan ketat dari Syuriah hingga masa jabatan berakhir.
Sebagai penutup, meski terdapat perbedaan pandangan yang tajam, KH Sa’id mengimbau seluruh warga Nahdliyin untuk tetap mengedepankan adab. Ia mengajak semua pihak agar tidak terjebak dalam aksi saling mencaci antarulama dalam menyikapi setiap dinamika yang terjadi di tubuh organisasi. (*)
| Pewarta | : Ezra Vandika |
| Editor | : Faizal R Arief |