TIMES REMBANG, JAKARTA – Badan Gizi Nasional (BGN) mengingatkan yayasan pengelola Program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk selalu menerapkan orientasi sosial, bukan pada profit atau keuntungan.
Hal itu ditegaskan Inspektur Utama BGN, Jimmy Alexander Adirman dalam Silaturahmi Nasional Gabungan Pengusaha Dapur Makan Bergizi Indonesia (Gapembi) di Jakarta, Senin (8/9/2025).
Jimmy menyampaikan hingga saat ini sudah ada 7.300 mitra Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia yang siap beroperasi dan 15 ribu yang tengah diverifikasi.
“Tolong dijaga arah kompas kita, bahwa yayasan itu tidak profit oriented, tetapi lebih kepada social oriented, maka tidak ada yang dikenakan pajak, anggarannya bantuan pemerintah,” katanya.
Oleh karena itu Jimmy mengingatkan seluruh mitra agar berhati-hati dalam mengelola uang yang diberikan pemerintah kepada SPPG, perlu mitigasi risiko di setiap yayasan agar dana untuk MBG dapat dipertanggungjawabkan dengan benar.
“Gapembi memiliki peran yang sangat penting di sini sebagai perpanjangan tangan pemerintah. Setiap dapur perlu memiliki akuntabilitas, karena setiap Rp5 uang negara ini akan kita pertanggungjawabkan nanti. Hati-hati uang negara ini,” ujarnya.
Jimmy menegaskan BGN telah memperbarui petunjuk teknis (juknis) yang menegaskan bahwa yayasan yang bermitra dengan BGN tidak dikenai pajak.
Sesuai UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yakni jasa tertentu, yang salah satunya termasuk jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman.
“Jadi ada yang masih bertanya kepala SPPG-nya itu, ‘Pak, ini kena pajak, enggak?’ Enggak ada pajak, anggarannya bantuan pemerintah. Walaupun memang di juknis itu pajaknya disesuaikan dengan peraturan yang berlaku, ya memang peraturannya kan tidak dikenai pajak,” ujar dia.
Sesuai dengan visi Presiden Prabowo Subianto di tahun 2045 yakni Indonesia Emas, kata dia, maka BGN memiliki misi yakni meningkatkan kesadaran terhadap kebutuhan gizi, membangun sistem ketahanan pangan, dan mewujudkan tata pembangunan gizi.
“Ini adalah kompas supaya kita tidak keluar jalur dan salah arah, karena tujuan utamanya untuk membangun sistem ketahanan yang efek pengganda atau multiplier effect-nya membangun perekonomian bangsa, bayangkan satu dapur itu ada 47 relawan yang digaji, mereka misal tadinya tidak punya kemampuan dan sertifikasi, kita kerjakan di sana (SPPG),” tuturnya.
Ia menegaskan BGN juga telah memiliki inspektorat utama untuk menilai kinerja dapur mulai dari akuntan hingga ahli gizi.
“Inspektorat utama itu menilai kinerja teman-teman di dapur yang dipimpin oleh kepala dapur, akuntan, dan ahli gizi, itu mengapa masih ada keracunan? Apa yang mereka lakukan? Jam berapa mereka mulai operasional? Jam berapa mereka mendistribusikan? Semuanya itu masuk ke dalam penilaian kinerja,” paparnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: BGN Ingatkan Yayasan Pengelola MBG untuk Berorientasi Sosial, Bukan Profit
Pewarta | : Antara |
Editor | : Ronny Wicaksono |