TIMES REMBANG, REMBANG – Sejumlah wali murid di SD Negeri Tambak Agung, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, melayangkan protes keras dan mengungkapkan kebingungan mereka terkait adanya pungutan yang dibebankan pihak sekolah.
Pungutan yang mencapai total Rp1.200.000 per kelas (dengan total delapan kelas) ini menuai polemik karena proyek fisik yang mendasarinya, yakni pembangunan selokan pencegah banjir, diketahui telah dibiayai menggunakan Dana Desa (DD) oleh pemerintah desa setempat.
Para wali murid mengaku terkejut dan dibingungkan dengan kewajiban iuran yang mencapai nominal jutaan rupiah tersebut.
Kebingungan ini memuncak setelah mereka mengetahui bahwa selokan yang terletak di depan sekolah dan bertujuan mencegah banjir di musim hujan, sebenarnya telah masuk dalam alokasi anggaran Dana Desa tahun ini.
“Kami baru tahu saat dipanggil untuk membayar iuran. Padahal selokan itu katanya sudah dibangun dengan Dana Desa, kenapa masih harus ada pungutan lagi?” ujar salah seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya, Senin (8/12/2025).

Ia juga menegaskan bahwa pungutan tersebut sama sekali tidak pernah disosialisasikan atau diinformasikan secara transparan di awal.
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala SD Negeri Tambak Agung, Bambang Miliyono, membenarkan adanya pungutan tersebut. Ia menyatakan bahwa iuran itu telah disepakati dan mendapat persetujuan dari Komite Sekolah melalui rapat internal.
Namun, Bambang Miliyono membantah bahwa dana yang terkumpul digunakan untuk membiayai konstruksi fisik selokan.
Ia memberikan klarifikasi bahwa uang tersebut dialokasikan secara khusus untuk membeli konsumsi dan jajan bagi para pekerja yang terlibat dalam proyek pembangunan selokan tersebut.
“Kami ingin agar para pekerja yang membantu pekerjaan itu diberi jajan atau makanan ringan sebagai bentuk apresiasi,” jelas Bambang Miliyono.
Penjelasan dari Kepala Sekolah justru menimbulkan pertanyaan baru dan keraguan di kalangan wali murid. Mereka mempertanyakan mengapa kebutuhan konsumsi pekerja, yang logikanya berupa makanan ringan atau minuman, dikumpulkan dalam bentuk uang tunai dengan nominal yang dinilai cukup besar, yaitu Rp1,2 juta per kelas.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komite Sekolah, Drs. Yunani, turut membenarkan bahwa pungutan ini merupakan kesepakatan yang dicapai antara Komite dan pihak sekolah.
“Kami bersama kepala sekolah sepakat memungut iuran itu supaya para pekerja mendapat dukungan konsumsi selama bekerja,” tuturnya.
Meskipun sudah ada penjelasan dari Komite dan pihak sekolah, para wali murid tetap berharap agar semua pengeluaran di masa mendatang dapat dikomunikasikan secara transparan dan akuntabel.
Mereka menekankan agar pihak sekolah tidak lagi membebankan biaya kepada orang tua tanpa dasar yang jelas, terutama untuk proyek yang sudah didanai oleh pemerintah.
Menanggapi polemik ini, Pengawas Sekolah Kecamatan Kaliori menilai bahwa pungutan tersebut perlu dievaluasi secara menyeluruh.
“Sebaiknya sekolah dan Komite lebih terbuka dan mengedepankan prinsip akuntabilitas dalam penggunaan dana. Jangan sampai ada kebingungan yang merugikan wali murid,” tegas Pengawas Sekolah.
Hingga berita ini diturunkan, pemerintah desa setempat belum memberikan tanggapan resmi terkait munculnya pungutan yang memicu kegaduhan ini.
Wali murid berharap agar pihak terkait, termasuk Dinas Pendidikan Kabupaten Rembang dan Pemerintah Desa, segera turun tangan dan memberikan klarifikasi untuk menghindari ketidaknyamanan dan kebingungan lebih lanjut di lingkungan sekolah. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Dalih 'Uang Jajan Pekerja', Pungutan Rp1,2 Juta Per Kelas di Rembang Diprotes Wali Murid
| Pewarta | : Ezra Vandika |
| Editor | : Ronny Wicaksono |