TIMES REMBANG, REMBANG – Mantan Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas, kembali mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini, Selasa (16/12/2025). Kehadiran sosok yang akrab disapa Gus Yaqut ini merupakan pemenuhan panggilan ketiga penyidik terkait penyelidikan dugaan penyimpangan kuota haji.
Sejak tiba di lokasi, Gus Yaqut menunjukkan sikap kooperatif. Ia menegaskan bahwa kehadirannya adalah bentuk penghormatan tertinggi terhadap proses hukum yang berlaku serta institusi KPK sebagai Aparat Penegak Hukum (APH).
Selama proses pemeriksaan yang berlangsung intensif, Gus Yaqut secara konsisten memberikan keterangan yang dibutuhkan oleh tim penyidik. Informasi yang disampaikan disebut bersifat faktual dan transparan guna mendukung kelancaran penyelidikan.
Kuasa hukum Gus Yaqut, Mellisa Anggraini, yang mendampingi sepanjang proses pemeriksaan, menyatakan bahwa kliennya telah menunaikan kewajiban hukumnya dengan memberikan keterangan sejelas-jelasnya.
"Pemanggilan ketiga ini telah dilaksanakan dengan baik. Gus Yaqut telah memberikan semua keterangan yang diminta tanpa ada yang dilebihkan maupun dikurangi," ujar Mellisa kepada awak media di depan Gedung KPK.
Dalam keterangannya, Mellisa Anggraini menguraikan tiga poin krusial yang menjadi fokus klarifikasi Gus Yaqut di hadapan penyidik guna mendudukkan perkara pada konteks yang sebenarnya:
1. Isu Potensi Kerugian (Potential Loss) Mellisa meluruskan bahwa substansi yang sedang disoroti oleh KPK adalah terkait potential loss atau potensi kerugian, dan bukan merupakan kerugian negara yang bersifat aktual (actual loss). Hal ini menjadi poin penting dalam membedakan antara risiko administratif dengan kerugian keuangan negara secara nyata.
2. Capaian Efisiensi Anggaran Rp600 Miliar berlawanan dengan tuduhan kerugian, pihak Gus Yaqut memaparkan bukti hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada periode yang sama. Audit tersebut justru menunjukkan adanya efisiensi anggaran sebesar Rp600 miliar. Capaian ini diklaim sebagai bukti kinerja manajemen keuangan yang akuntabel di bawah kepemimpinan Gus Yaqut.
3. Dasar Hukum dan Asas Hifdzun Nafs (Menjaga Jiwa) Terkait kebijakan pembagian kuota haji, Mellisa menjelaskan bahwa Keputusan Menteri Agama (KMA) yang diterbitkan telah berlandaskan koridor hukum yang kuat:
- Wewenang Diskresi: Merujuk pada Pasal 9 UU No. 8 Tahun 2019 yang memberikan mandat diskresi kepada Menteri.
- Regulasi Internasional: Merujuk pada Ta'limatul Hajj (MoU dengan Pemerintah Arab Saudi).
Mellisa menekankan bahwa keputusan untuk tidak mengambil pembagian kuota 92:8 (seperti yang diatur dalam Pasal 64) didasari oleh pertimbangan darurat demi melindungi jamaah dari risiko kepadatan ekstrem di Mina.
"Langkah ini diambil atas pertimbangan hifdzun nafs atau menjaga jiwa. Berdasarkan evaluasi di lapangan, terdapat potensi bahaya dan risiko kematian yang tinggi jika kepadatan tidak diurai. Jadi, ini adalah keputusan kemanusiaan yang terukur," tambah Mellisa.
Di akhir sesi wawancara, Gus Yaqut melalui kuasa hukumnya menyampaikan harapan agar proses penyelidikan ini dapat segera diselesaikan secara konklusif. Kejelasan status hukum dianggap penting agar tidak timbul spekulasi liar di tengah masyarakat.
"Kami menegaskan komitmen untuk terus bekerja sama dengan proses hukum yang sedang berjalan. Kami memiliki keyakinan penuh bahwa penegakan hukum akan dilaksanakan secara proporsional, transparan, dan menjunjung tinggi nilai keadilan," tutup Mellisa.
Kasus ini kini masih dalam tahap pendalaman oleh penyidik KPK untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.(*)
| Pewarta | : Ezra Vandika |
| Editor | : Faizal R Arief |